Sejarah
Pada tahun 1870, Kapitan Bawahasib Marikan, seorang pendatang dari Distrik Karikal, Calcutta,
India, datang ke Singkawang untuk berdagang permata (marjan). Saat itu,
Bawasahib Marican belum mendapat pangkat Kapitan. Lakon usahanya
tersebut setidaknya ditekuni selama sekitar lima tahun, karena pada
1875, pendatang dari Calcutta India ini diangkat Pemerintah Belanda
sebagai Kapitan di Singkawang.
Di samping jabatannya, Kapitan Bawasahib Marican juga berkebun
kelapa, gambir dan beternak sapi untuk memenuhi ransum tentara Belanda
atau disebut Nederlands Indies Leger.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya pada 1885, Kapitan Bawasahib Marican
membangun Masjid Raya di kawasan Pasar Baru Singkawang (yang kini tidak
lagi disebut kawasan Pasar Baru). Ketika itu tempat ibadah umat Islam
di Singkawang ini masih berukuran kecil dan tidak mempunyai menara.
Kapitan Bawasahib Marican membangun Masjid Raya di tanah miliknya
yang berbentuk segitiga. Waktu itu belum ada jalan di samping lahan
tersebut. Di salah satu sudut lahan itulah dibangun Masjid Raya.
Sementara di dekat Masjid tersebut terdapat pula Pekong, tempat
ibadahnya etnis Tionghoa yang didirikan seorang kapitan dari China.
Jadi, saat itu dua orang kapitan membangun tempat ibadah berdampingan.
Kendati berdampingan, para pengikutnya tetap hidup dalam keharmonisan
dan kedamaian, tidak pernah terjadi pertikaian antaretnis maupun
antaragama.
Sekitar tahun 1927, terjadi kebakaran hebat yang membumihanguskan
bangunan-bangunan, termasuk Masjid Raya dan pekong. Praktis, aktivitas
perekonomian masyarakat pun tidak dapat berlangsung normal.
Tidak kurang dari 10 tahun, masyarakat Singkawang berjuang keras
untuk mengembalikan kejayaannya dalam berdagang dan bercocok tanam.
Hingga akhirnya kehidupan masyarakat seperti sedia kala, bahkan lebih
baik lagi. Tetapi, pada 1914, pendiri Masjid Raya, Kapitan Bawasahib
Marican meninggal dunia. Sehingga tidak dapat membangun kembali tempat
ibadah tersebut. Posisinya diisi Cartiker Kapitan Abdul Rajak Marican
yang merupakan keponakannya. Keponakan pendiri Masjid Raya Singkawang
ini meninggal 1932 dan posisinya diisi Kanda SM Maiden hingga 1949. Pada
masa inilah Masjid paling tua tersebut dibangun kembali.
Tepatnya, pada 1936 atau sekitar 10 tahun pasca bencana kebakaran
yang tidak diketahuinya sebabnya itu, Masjid Raya didirikan kembali.
Lokasinya masih di tempat semula, tempat sebelum masjid tersebut
terbakar. Sedangkan pekong dibangun bukan di tempat semula atau
dipindahkan. Untuk pembangunan tersebut, anak Kapitan Bawasahib Maricar,
H Ahmad menyumbang lahan untuk perluasan Masjid Raya Singkawang. Lahan
tersebut juga merupakan warisan dari orangtuanya. Selanjutnya anak kedua
Kapitan Bawasahib Marican, BM Hanifah Marican menyumbang pembangunan
satu menara Masjid Raya. Pembangunanya dilakukan pada 1953 memanfaatkan
tenaga Jenawi Tahir. Selanjutnya anak ketiga Kapitan Bawasahib Marican,
BM Khalid Marican juga menyumbangkan lahannya untuk memperluas areal
Masjid Raya. Kendati semakin luas, bentuk areal tersebut masih segitiga.
Karena areal semakin luas, Masjid Raya pun semakin diperbesar.
Rehabilitasi untuk memperbesar tempat ibadah tersebut dilakukan pada
1973. Diperluas lagi pada 1978. Kemudian direnovasi total pada 2007 dan
hingga sekarang masih berlangsung.
Uniknya, masjid ini bersebelahan dengan Kelenteng Tri Darma Bumi Raya yang menunjukkan bentuk toleransi beragama masyarakat daerah tersebut.
Sumber : wikipedia.org
No comments:
Post a Comment